Soto Betawi H. Husein sangat enak sekali
Indonesia sangat kaya akan khazanah kuliner. Masing-masing wilayah mempunyai makanan yang khas. Meskipun sama jenisnya, namun rasa dan racikannya berbeda.
Sama seperti daerah-daerah lain di Indonesia, masyarakat Betawi juga mempunyai makanan khas yaitu soto Betawi. Salah satu yang terkenal adalah soto Betawi Haji Husein yang ada di kawasan Minangkabau, Manggarai, Jakarta Selatan. Di tempat seluas 5 x 10 meter, Bang Husein, 57; panggilan akrabnya, membuka usahanya dari pukul 07.00 WIB hingga dagangannya habis. Usaha ini telah dirintisnya sejak tahun 1989. Sebelum membuka usaha sendiri, ia terlebih dahulu belajar dari pamannya sejak tahun 1970-an.
Saya sudah mulai ikut usaha sejak Kelas 4 SD. Waktu itu ikut Uwak (panggilan paman-Red) jualan sate, tongseng, sama soto, kata Bang Husein. Bapak empat orang anak ini mengaku memilih soto karena lebih praktis, selain itu ia ingin melestarikan makanan asli Betawi.
Yang membedakan soto Betawi Haji Husein dengan soto di daerah lainnya adalah proses pengolahan isi sotonya. Olahan daging sapi yang berupa daging, jeroan, dan kikil terlebih dahulu direbus; baru kemudian digoreng. Yang hampir sama biasanya soto Makassar, cuma biasanya dagingnya direbus saja, nggak digoreng, ujar pria kelahiran Jakarta ini.
Dalam sehari Bang Husein biasa menyediakan 50 Kg olahan daging sapi yang terdiri dari daging, jeroan, dan kikil. Mulai pukul 03.00 WIB ia merebus semuanya hingga pukul 06.00 WIB. Menurutnya proses merebus membutuhkan waktu yang cukup lama. Bumbu yang digunakan untuk kuah sotonya hanya terdiri dari rempah-rempah biasa yang banyak dijual di pasar. Bahan-bahan itu kemudian diracik sedemikian rupa sehingga mempunyai rasa yang khas. Kuah soto Betawi umumnya kental karena menggunakan santan. Dalam sehari ia bisa menghabiskan berpuluh butir kelapa tua untuk diolah menjadi santan.
Setiap hari warungnya selalu ramai dikunjungi orang. Biasanya mereka datang pada saat jam istirahat makan siang. Penikmat soto Haji Husein berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari yang berkantong tipis sampai yang berkantong tebal. Demikian lakunya, tidak jarang pelanggannya harus antre menunggu pelanggan lain yang sedang makan.
Tempatnya yang terletak persis di pinggir jalan terkadang tidak muat menampung sepeda motor dan mobil yang dikendarai para pelanggannya. Tak jarang pula orang-orang kantoran datang jauh-jauh hanya untuk merasakan kenikmatan sotonya.
Melihat banyaknya pengunjung yang datang, bisa dipastikan rasanya pastilah menggugah selera. Dalam sehari Bang Husein mengaku bisa menghabiskan lebih kurang 100 porsi. Untuk satu porsinya ia hargai Rp16.000, itu sudah termasuk nasi. Omzet per-bulannya bisa mencapai lebih kurang Rp20 juta. Ke-12 orang karyawan kini membantunya melayani pelanggan setiap hari. Waktu awal buka mah cuma berdua. Sekarang pegawainya nggak pernah berubah, ungkapnya. Di antara karyawannya ada dua anak lelakinya yang ikut membantu.
Usaha ini merupakan usaha keluarga turun-temurun. Bang Husein merupakan generasi keempat. Sebelum di tempatnya saat ini ia sempat merasakan berjualan keliling menggunakan pikulan.
Uang Rp400.000 menjadi modal awal usahanya. Dulu uang segitu besar, bisa buat beli semua, katanya. Usaha ini dijalaninya mulai dari bawah sekali. Bahan-bahan sotonya didapatkan dengan cara mengutang. Ia juga harus membayar sewa tempat.
Saat ini dengan omzet besar ia tidak perlu lagi mengutang. Bahkan sejak tahun 2000 tempatnyapun sudah menjadi milik pribadi. Asal ada kemauan, semua pasti bisa. Yang penting jangan pernah bosan kalau usaha, ujarnya. Untuk mempertahankan cita-rasa agar tidak berubah, Bang Husein selalu memerhatikan takaran komposisinya. Hal inilah yang menjadi salah satu daya tarik pengunjung untuk kembali karena rasa tidak berubah-ubah.
Meski sudah menjadi pemilik, kakek dua orang cucu ini masih melayani sendiri para pelanggannya. Ia tidak canggung berbaur dengan karyawan lainnya. Ini juga menjadi salah satu trik untuk menarik pelanggannya. Terkadang para pelanggan yang seumurnya apabila dilayani olehnya akan merasa senang. Menurut mereka liat muka kita aja udah enak, makanan nomer dua, katanya sambil tertawa. Pertemuan seperti ini seperti sebuah nostalgia baginya.
Semua jerih payahnya telah membuahkan hasil yang cukup membanggakan baginya. Dari hasilnya berjualan ia sudah bisa pergi haji dan membiayai anak-anaknya sekolah. Ia juga sudah memberangkatkan dua karyawannya untuk menunaikan ibadah haji. Soto Betawi Bang Husein buka dari Senin sampai Minggu. Khusus hari Jumat ia sengaja tidak membuka warungnya untuk ibadah sholat Jumat. Pada bulan Ramadhan ia juga menutup usahanya sebulan penuh.
Inilah Bang Husein, usahanya dijalani secara seimbang dengan ibadah. Ia juga tidak sungkan membagi rahasia dapurnya. Rezeki mah ada aja, udah ada yang ngatur. Selain usaha juga jangan lupa berdoa, ujarnya.
Sama seperti daerah-daerah lain di Indonesia, masyarakat Betawi juga mempunyai makanan khas yaitu soto Betawi. Salah satu yang terkenal adalah soto Betawi Haji Husein yang ada di kawasan Minangkabau, Manggarai, Jakarta Selatan. Di tempat seluas 5 x 10 meter, Bang Husein, 57; panggilan akrabnya, membuka usahanya dari pukul 07.00 WIB hingga dagangannya habis. Usaha ini telah dirintisnya sejak tahun 1989. Sebelum membuka usaha sendiri, ia terlebih dahulu belajar dari pamannya sejak tahun 1970-an.
Saya sudah mulai ikut usaha sejak Kelas 4 SD. Waktu itu ikut Uwak (panggilan paman-Red) jualan sate, tongseng, sama soto, kata Bang Husein. Bapak empat orang anak ini mengaku memilih soto karena lebih praktis, selain itu ia ingin melestarikan makanan asli Betawi.
Yang membedakan soto Betawi Haji Husein dengan soto di daerah lainnya adalah proses pengolahan isi sotonya. Olahan daging sapi yang berupa daging, jeroan, dan kikil terlebih dahulu direbus; baru kemudian digoreng. Yang hampir sama biasanya soto Makassar, cuma biasanya dagingnya direbus saja, nggak digoreng, ujar pria kelahiran Jakarta ini.
Dalam sehari Bang Husein biasa menyediakan 50 Kg olahan daging sapi yang terdiri dari daging, jeroan, dan kikil. Mulai pukul 03.00 WIB ia merebus semuanya hingga pukul 06.00 WIB. Menurutnya proses merebus membutuhkan waktu yang cukup lama. Bumbu yang digunakan untuk kuah sotonya hanya terdiri dari rempah-rempah biasa yang banyak dijual di pasar. Bahan-bahan itu kemudian diracik sedemikian rupa sehingga mempunyai rasa yang khas. Kuah soto Betawi umumnya kental karena menggunakan santan. Dalam sehari ia bisa menghabiskan berpuluh butir kelapa tua untuk diolah menjadi santan.
Setiap hari warungnya selalu ramai dikunjungi orang. Biasanya mereka datang pada saat jam istirahat makan siang. Penikmat soto Haji Husein berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari yang berkantong tipis sampai yang berkantong tebal. Demikian lakunya, tidak jarang pelanggannya harus antre menunggu pelanggan lain yang sedang makan.
Tempatnya yang terletak persis di pinggir jalan terkadang tidak muat menampung sepeda motor dan mobil yang dikendarai para pelanggannya. Tak jarang pula orang-orang kantoran datang jauh-jauh hanya untuk merasakan kenikmatan sotonya.
Melihat banyaknya pengunjung yang datang, bisa dipastikan rasanya pastilah menggugah selera. Dalam sehari Bang Husein mengaku bisa menghabiskan lebih kurang 100 porsi. Untuk satu porsinya ia hargai Rp16.000, itu sudah termasuk nasi. Omzet per-bulannya bisa mencapai lebih kurang Rp20 juta. Ke-12 orang karyawan kini membantunya melayani pelanggan setiap hari. Waktu awal buka mah cuma berdua. Sekarang pegawainya nggak pernah berubah, ungkapnya. Di antara karyawannya ada dua anak lelakinya yang ikut membantu.
Usaha ini merupakan usaha keluarga turun-temurun. Bang Husein merupakan generasi keempat. Sebelum di tempatnya saat ini ia sempat merasakan berjualan keliling menggunakan pikulan.
Uang Rp400.000 menjadi modal awal usahanya. Dulu uang segitu besar, bisa buat beli semua, katanya. Usaha ini dijalaninya mulai dari bawah sekali. Bahan-bahan sotonya didapatkan dengan cara mengutang. Ia juga harus membayar sewa tempat.
Saat ini dengan omzet besar ia tidak perlu lagi mengutang. Bahkan sejak tahun 2000 tempatnyapun sudah menjadi milik pribadi. Asal ada kemauan, semua pasti bisa. Yang penting jangan pernah bosan kalau usaha, ujarnya. Untuk mempertahankan cita-rasa agar tidak berubah, Bang Husein selalu memerhatikan takaran komposisinya. Hal inilah yang menjadi salah satu daya tarik pengunjung untuk kembali karena rasa tidak berubah-ubah.
Meski sudah menjadi pemilik, kakek dua orang cucu ini masih melayani sendiri para pelanggannya. Ia tidak canggung berbaur dengan karyawan lainnya. Ini juga menjadi salah satu trik untuk menarik pelanggannya. Terkadang para pelanggan yang seumurnya apabila dilayani olehnya akan merasa senang. Menurut mereka liat muka kita aja udah enak, makanan nomer dua, katanya sambil tertawa. Pertemuan seperti ini seperti sebuah nostalgia baginya.
Semua jerih payahnya telah membuahkan hasil yang cukup membanggakan baginya. Dari hasilnya berjualan ia sudah bisa pergi haji dan membiayai anak-anaknya sekolah. Ia juga sudah memberangkatkan dua karyawannya untuk menunaikan ibadah haji. Soto Betawi Bang Husein buka dari Senin sampai Minggu. Khusus hari Jumat ia sengaja tidak membuka warungnya untuk ibadah sholat Jumat. Pada bulan Ramadhan ia juga menutup usahanya sebulan penuh.
Inilah Bang Husein, usahanya dijalani secara seimbang dengan ibadah. Ia juga tidak sungkan membagi rahasia dapurnya. Rezeki mah ada aja, udah ada yang ngatur. Selain usaha juga jangan lupa berdoa, ujarnya.
Facebook Comments